Menantang Stereotip, Melawan Prasangka, dan Merayakan Pencapaian Perempuan

FB Share

Hari Perempuan Internasional diperingati pada setiap tanggal 8 Maret. Pada tahun ini, tema yang diangkat adalah #EachforEqual. Tagar ini memiliki arti sebagai individu, perempuan dapat menantang stereotip, melawan prasangka, dan boleh untuk merayakan sebuah pencapaian. Stereotip perempuan, khususnya di Indonesia yang sebagian besar menganut paham patriarki sangat beragam.

Dalam bidang pendidikan misalnya, prioritas pendidikan adalah untuk anak laki-laki. Perempuan dianggap tidak perlu sekolah terlalu tinggi karena pada akhirnya pekerjaannya hanyalah mengurus rumah tangga.

Dalam bidang pekerjaan, masih terdapat banyak pihak yang lebih memilih pekerja laki-laki karena dianggap lebih kompeten. Selain itu, eksploitasi pekerja perempuan juga masih banyak terjadi, hal ini sungguh disayangkan.

Melalui hari Perempuan Internasional, hak-hak perempuan perlu diperjuangkan dan disuarakan. Meskipun demikian, sebagai perempuan juga perlu menghargai laki-laki sebagai pihak yang sama-sama berhak mendapatkan pekerjaan.

Sejak dirintis para kaum sosialis, hari Perempuan Internasional bukan hanya sekedar hari libur nasional saja, tetapi merupakan aksi nyata pergerakan perempuan di dunia. Hingga kini, perayaan hari perempuan juga digelar dengan berbagai macam cara, seperti diskusi, screening film, hingga aksi turun ke lapangan.

Meskipun stereotip dan prasangka tentang perempuan masih ada, namun sedikit demi sedikit perempuan mampu menyuarakan pendapat dan eksistensinya di berbagai bidang. Hal itu terlihat dari posisi perempuan yang mulai masuk dalam jabatan-jabatan penting, seperti Menteri atau Gubernur.

Eksistensi perempuan dalam bidang pekerjaan dan pendidikan masih banyak menuai kritik. Menurut Zahara, salah seorang mahasiswa, masih banyak sistem yang memberi beban lebih kepada perempuan. Dalam bidang industri, banyak buruh perempuan yang diberi upah minimum.

Pekerjaan seorang perempuan dalam industri masih banyak yang dianggap sebagai tenaga pelengkap saja. Selain itu, hingga kini kita juga masih sering menjumpai pekerjaan yang berfokus pada “tubuh” perempuan, contohnya adalah sales atau pelayan yang memberikan spesifikasi “penampilan menarik” untuk pendaftar perempuannya.

Lebih lanjut, Zahara menjelaskan bahwa di bidang pendidikan. Berangkat dari pengalaman di desa yang memiliki keterbelakangan pendidikan, masih jarang ditemui perempuan yang sekolah melebihi strata SMA. Sepasang suami istri yang memiliki banyak anak, akan memprioritaskan pendidikan untuk anak laki-lakinya terlebih dahulu.

Stigma-stigma yang masih dijunjung tersebut tidak mereka sadari sebagai suatu “ketidakadilan”. Di sisi lain, ketika terdapat seorang perempuan yang belum menikah di usia matang, mereka justru akan menggunjingkannya karena menyalahkan pendidikan tinggi yang dienyam. Zahara berkata,

“Belum bukan berarti tidak, aku menyimpan harapan besar untuk generasi muda untuk mulai menggebrak stigma buruk dan memperjuangkan keadilan.”

Ketidaksetaraan kadang datang dari perempuan itu sendiri. Perempuan masih sering beranggapan mereka memiliki batasan. Seperti contohnya dalam bidang pekerjaan tertentu seperti teknik atau kepemimpinan contohnya, perempuan masih sangat jarang ditemui di bidang tersebut. Bukan tidak mampu, namun perempuan sendiri yang masih merasa bahwa mereka tidak mampu, dan itu adalah pekerjaan laki — laki.

Kesetaraan bukan hanya tentang hak, tetapi tentang bagaimana pola pikir kita. Kesetaraan dan hak yang diberikan tidak akan pernah adil, jika pola pikir dari perempuan tidak berubah pula.

Paparan di atas menunjukkan bahwa perempuan hingga kini masih perlu terus berjuang untuk menyuarakan hak-haknya yang dilanggar. Melalui hari Perempuan Internasional, perempuan dapat membuat gerakan pemberdayaan perempuan agar suara perempuan terdengar lebih lantang lagi. Perjuangan perempuan tidak hanya berhenti di sini, untuk itu teruslah bergerak dan serukan keadilan untuk seluruh kaum perempuan.

Bagaimana denganmu? Apakah kamu sudah memperjuangkan hak dan kewajibanmu sebagai Perempuan?

In too many instances, the march to globalization has also meant the marginalization of women and girls. And that must change.
Hillary Clinton

Penulis: Nafi

Referensi

https://www.telegraph.co.uk/women/life/international-womens-day-2020-day-began-fight-womens-rights/

Artikel yang berkaitan

Get Gööp app to engage with your community now!

Google Play LinkApp Store Link