Ospek Bukan Ajang Senioritas tapi Kenapa Masih Terjadi?

FB Share
ospek
https://siksakampus.com/

Senin, 14 September 2020 lalu, media sosial ramai memperbincangkan sebuah video yang menayangkan beberapa orang senior yang membentak mahasiswa baru. Tayangan tersebut terjadi pada rangkaian acara Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya (PKKMB FIP Unesa) yang diselenggarakan secara online.

Dalam video tersebut, mereka mempermasalahkan mahasiswa baru yang tidak memakai ikat pinggang saat PKKMB berlangsung. Potongan video tersebut kemudian mendapatkan kritikan keras oleh publik.

Oleh karena kejadian tersebut, senior yang terlibat dan pihak kampus menanggapi dengan mendatangi mahasiswa baru yang bersangkutan dan memberikan permintaan maaf.

Belajar dari banyak kasus di atas dan banyak lagi kasus ospek yang menimbulkan korban, sebenarnya apa yang salah dengan ospek di Indonesia? Noviana ( 2:2010) dalam skripsinya yang berjudul Ospek dan Fenomena Kekerasan menyatakan bahwa apa yang terjadi dalam ospek seringkali berbenturan dengan esensi ospek yang sesungguhnya.

Budaya pascakolonial dalam ospek masih dilanggengkan. Esensi ospek seperti yang kita tahu adalah untuk memperkenalkan suasana, iklim, dan lingkungan yang baru bagi siswa atau mahasiswa baru.

Namun pada pelaksanaannya, banyak yang masih menerapkan prinsip feodalisme dan senioritas dalam ospek. Oleh karenanya, banyak terjadi kekerasan yang tak kasat mata, seperti kekerasan verbal yang kita temui pada kasus PKKMB Unesa.

Pemerintah menanggapi kasus kekerasan dalam ospek yang seringkali terjadi telah mengeluarkan beberapa peraturan tentang pelaksanaan orientasi pengenalan kampus antara lain, SK Mendikbud №28/1974, №0125/1979, SK Dirjen Perguruan Tinggi dan Depdikbud №1539/D/I/1999, dan SK Dirjen Perguruan Tinggi №38/Dikti/Kep/2000.

Namun, tindakan penyelewengan ospek masih saja terus terjadi. Hal itu dapat terjadi karena longgarnya pengawasan dari pusat atau merupakan gejala umum yang menganggap bahwa ospek semacam itu merupakan warisan yang dianggap wajar dan sepatutnya diterima oleh junior.

Pelanggengan ospek yang memasukkan unsur kekerasan di dalamnya sudah seharusnya dihapuskan. Kini, banyak perguruan tinggi yang perlahan menghapus perilaku senioritas dalam ospek dan mengisinya dengan kegiatan pengenalan kampus yang bermanfaat dan menyenangkan.

UGM melalui Pelatihan Pembelajar Sukses Mahasiswa Baru (PPSMB) misalnya, mahasiswa baru justru disambut dengan meriah dan disajikan berbagai materi yang dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswa baru dengan UGM.

Mereka juga menggabungkan ospek universitas dengan ospek fakultas untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Tentu, hal tersebut berjalan dengan pengawasan dari pusat.

Lalu, apa saja yang harus dilakukan untuk menghapuskan budaya kekerasan dalam ospek?

Pertama, pengawasan dari pusat menjadi penting untuk menekan tingkat penyelewengan ospek, baik di tingkat universitas hingga tingkat jurusan. Apabila perlu, sanksi yang tegas diberlakukan agar peraturan tidak dibiarkan untuk dilanggar.

Kedua, kesadaran untuk mengembalikan esensi ospek. Kegiatan orientasi merupakan wadah bagi mahasiswa dan siswa baru untuk mengenal lingkungan kampus atau sekolah yang baru. Untuk itu, sudah pasti di dalamnya mereka perlu dikenalkan dengan keramah tamahan kampus sebagai tempat belajar, bukan justru menakut-nakuti dengan hal yang tidak perlu.

Ketiga, menyadari bahwa tindakan senioritas dan semacamnya sama sekali tidak berguna. Di tingkat perguruan tinggi, yang diperlukan adalah kolaborasi dan kerja sama. Adek tingkat bukan lagi menjadi junior yang harus menuruti apa perkataan seniornya.

Tidak lucu jika setelah melaksanakan ospek dengan penuh senioritas, di dalam justru menjadi teman saat mengulang mata kuliah dan semacamnya. Pada intinya, pelanggengan kekerasan dalam ospek dengan dalih menjunjung tradisi, menguatkan mental, dan sebagainya adalah hal yang salah.

Dengan sendirinya, mahasiswa atau siswa baru akan beradaptasi dengan keadaan dan bertahan sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

Yuk suarakan pendapatmu terkait ospek di komunitas kampusmu bersama teman lainnya di Gööp!

Gööp - For the group you love

Penulis : Nafi Khoiriyah

Editor : Aneq Oktina

Sumber:

Noviana, Anis. 2010. Ospek dan Fenomena Kekerasan. Surakarta: FIP UNS.

https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-5176064/datangi-rumah-maba-yang-dibentak-panitia-ospek-unesa-minta-maaf

https://www.kompasiana.com/gadsa/5528e78df17e61e51a8b45ae/ospek-wajah-budaya-pascakolonial

https://tirto.id/ospek-militeristik-ala-fip-unesa-budaya-masyarakat-terbelakang-f4t8


Ospek Bukan Ajang Senioritas tapi Kenapa Masih Terjadi? was originally published in Gööp Kampus on Medium, where people are continuing the conversation by highlighting and responding to this story.

Artikel yang berkaitan

Get Gööp app to engage with your community now!

Google Play LinkApp Store Link