Pelarangan Kata “Anjay” yang Tak Masuk Akal

FB Share
twitter.com

Siang hari ketika saya sedang melihat tayangan televisi, tiba-tiba saya dikejutkan dengan salah satu tayangan yang membahas polemik penggunaan kata “anjay”. Tidak berhenti sampai di situ, di media sosial Twitter kata “anjay” juga menjadi trending untuk beberapa saat.

Padahal, dalam keseharian sebagai mahasiswa, kata tersebut seringkali terucap ketika saya dan teman-teman ingin mengungkapkan berbagai macam perasaan. “Anjay, keren banget nggak sih”, “Kalo kayak gitu kan anjay”, atau “anjay banget lo” macam-macam ujaran tersebut terlontar dengan bermacam-macam makna tanpa menimbulkan permasalahan yang berarti.

Sebagai mahasiswa yang mempelajari bahasa Indonesia, saya juga tentu sedikit banyak tahu bagaimana penggunaan bahasa yang baik dan benar, bahasa yang baku dan tidak baku, bahkan sampai bahasa yang memiliki siratan maksud tertentu.

Namun seumur menjadi mahasiswa, saya sepertinya tidak pernah menjumpai ‘editor ucapan’ yang melarang penggunaan kata ini dan itu di ranah nonakademik. Bahkan dalam penggunaan bahasa lisan, tidak pernah ada pemaksaan penggunaan kata yang baku atau tidak baku.

Sejauh yang saya pelajari, bahasa dan ujaran berjalan beririgan dan saling melengkapi. Bukan sebagai alat untuk memaksa orang untuk menggunakan kata tertentu. Lalu, bagaimana dengan polemik penggunaan kata “anjay” ini?

Sejalan dengan pendapat Linguis Sastra Indonesia, Dr. Suhandono, dilansir dari laman UGM, saya setuju dengan pandangannya yang menyatakan bahwa makna kata adalah apa yang ada dalam pikiran ketika mendengar atau membaca suatu kata.

Karena makna ada dalam pikiran, makna kata yang sama bisa berbeda antara orang per orang, tergantung pada pengalamannya. Oleh karena itu, sah-sah saja jika ada orang yang menganggap suatu kata itu buruk atau baik karena makna yang tertanam dalam diri setiap orang pun berbeda-beda.

Namun, menurut saya, melarang penggunaan kata-kata tertentu untuk orang lain (di luar ranah akademik dan profesional) tidaklah masuk akal. Seperti halnya kebebasan berpendapat, kebebasan untuk berbicara juga sama pentingnya, selama hal itu tidak mengganggu dan merugikan orang lain.

Berbicara tidak hanya ditujukan sebagai alat komunikasi saja, namun juga sebagai ekspresi manusia. Ekspresi itu dapat diungkapkan untuk menunjukkan rasa senang, namun juga bisa menunjukkan rasa marah, kecewa atau kesal.

Ketika emosi itu muncul, maka ekspresi lisan setiap orang dapat berbeda-beda, misalnya ada orang yang akan meneriakkan nama orang yang dibencinya keras-keras, ada orang yang meneriakkan nama-nama hewan, ada pula yang meneriakkan kata-kata seperti “anjay”, “bajigur”, atau “asem”.

Semua itu merupakan ungkapan ekspresi manusia yang tidak bisa dikontrol oleh orang lain. Justru, saya tidak bisa membayangkan jika banyak kata yang kemudian dilarang penggunaannya oleh pihak-pihak tertentu. Bisa jadi, bahasa yang bersangkutan bisa menjadi bahasa yang tidak berkembang.

Dengan terjadinya polemik penggunaan kata “anjay” ini, semoga kita bisa menempatkan diri menjadi orang yang berpikiran terbuka dan selalu belajar. Jangan hanya termakan dengan atensi dan kepopuleran semata.

Sesuaikan perkataan dengan orang, tempat, dan waktu yang tepat. Tidak ada salahnya untuk mengekspresikan emosi dan pikiranmu, selama tidak merugikan atau menyinggung orang lain.

Kata-kata bisa menjadi omong kosong, namun bisa juga menjadi pisau belati. Untuk itu, bijaklah dalam setiap ucapanmu!

Yuk bicara baik di Gööp bersama temen kampusmu sekarang! Klik link dibawah untuk join!

Gööp - For the group you love

Penulis : Nafi Khoiriyah

Editor : Aneq Oktina

Referensi:

https://ugm.ac.id/id/berita/19986-linguis-ugm-bicara-tentang-makna-anjay


Pelarangan Kata “Anjay” yang Tak Masuk Akal was originally published in Gööp Kampus on Medium, where people are continuing the conversation by highlighting and responding to this story.

Artikel yang berkaitan

Get Gööp app to engage with your community now!

Google Play LinkApp Store Link